PANDUAN PUASA ASYURA

PANDUAN PUASA ASYURA

SEJARAH DAN KEUTAMAAN PUASA ASYURA
Sesungguhnya hari Asyura (10 Muharram) meski merupakan hari bersejarah dan diagungkan, namun orang tidak boleh berbuat bid’ah di dalamnya. Adapun yang dituntunkan syariat kepada kita pada hari itu hanyalah berpuasa, dengan dijaga agar jangan sampai tasyabbuh dengan orang Yahudi.

“Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.” [1]

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?” Mereka menjawab : ”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” [2]

Dua hadis ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari Asyura di masa jahiliyah, dan sebelum hijrahpun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukannya. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau temukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa.

Diriwayatkan pada hadis lain.

“Ertinya : Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur”[3]

“Ertinya : Abu Musa berkata : “Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulllah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Puasalah kalian pada hari itu” [4]

“Ertinya :Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura, maka beliau menjawab : “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin” [5]

CARA BERPUASA DI HARI ASYURA
[1]. Berpuasa selama 3 hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2:

“Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya.”

Dan pada riwayat ath-Thahawi menurut penuturan pengarang Al-Urf asy-Syadzi:

“Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi.”

Namun di dalam sanadnya ada rawi yang diperbincangkan. Ibnul Qayyim berkata (dalam Zaadud Ma’al 2/76):”Ini adalah derajat yang paling sempurna.” Syaikh Abdul Haq ad-Dahlawi mengatakan:”Inilah yang Utama.”

Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharram) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245) dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury dalam Ma’arifus Sunan 5/434

Namun majoriti ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan untuk lebih hati-hati.Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni 3/174 menukil pendapat Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini (selama tiga hari) pada saat timbul kekeliruan dalam menentukan awal bulan.

[2]. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram
Majoriti Hadis menunjukkan cara ini:
“Ertinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.”, tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.”[6]

Dalam riwayat lain :
“Ertinya : Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan melaksanakan puasa pada hari kesembilan.”[7].

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :”Keinginan beliau untuk berpuasa pada tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa beliau tidak hanya berpuasa pada tanggal sembilan saja, namun juga ditambahkan pada hari kesepuluh. Kemungkinan dimaksudkan untuk berhati-hati dan mungkin juga untuk menyelisihi kaum Yahudi dan Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih kuat, yang itu ditunjukkan sebagian riwayat Muslim”

“Ertinya : Dari ‘Atha’, dia mendengar Ibnu Abbas berkata:”Selisihilah Yahudi, berpuasalah pada tanggal 9 dan 10”.

[3]. Berpuasa Dua Hari iaitu tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram
“Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”
Hadis marfu’ ini tidak sohih kerana ada 3 illat (cacat):
[a]. Ibnu Abi Laila, lemah kerana hafalannya buruk.
[b]. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
[c]. Perawi sanad hadis tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal daripada perawi jalan/sanad marfu’

Jadi hadis di atas Sohih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma’tsurah karya As-Syafi’i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.

Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma’arif hal 49):”Dalam sebagian riwayat disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin kerana keraguan dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan….”

Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):”Dan ini adalah akhir perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menyamai ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam hadis sohih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka pertama kali beliau menyamai ahli kitab dan berkata :”Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian (Yahudi).”, kemudian beliau menyukai menyelisihi ahli kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab.”

Ar-Rafi’i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :”Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11″

[4]. Berpuasa pada 10 Muharram saja
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :”Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan di atasnya ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan di atasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. Wallahu a’lam.”

BID’AH-BID’AH DI HARI ASYURA
[1]. Solat dan zikir-zikir khusus, solat ini disebut dengan solat Asyura
[2]. Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan menyemir rambut.
[3]. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya (bubur asyura).
[4]. Membakar kemenyan.
[5]. Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya itu.
[6]. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal tahun (Sebagaimana termaktub dalam Majmu’ Syarif)
[7]. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin
[8]. Memberi wang belanja lebih kepada keluarga.
[9]. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):”Ada pun pernyataan sebagian orang yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk ziarah kepada orang alim, menengok orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memotong kuku, membaca al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yg menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang benar amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap saat, adapun mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah bid’ah.”

Ibnu Rajab berkata (Latha’iful Ma’arif hal. 53) : “Hadis anjuran memberikan wang belanja lebih dari hari-hari biasa, diriwayatkan dari banyak  jalan namun tidak ada satupun yang sohih. Di antara ulama yang mengatakan demikian adalah Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam Al-Uqaili berkata :”(Hadis itu tidak dikenal)”. Adapun mengadakan ma’tam (kumpulan orang dalam kesusahan, semacam haul) sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam rangka mengenang kematian Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhu maka itu adalah perbuatan orang-orang yang tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan mengadakan ma’tam pada hari lahir atau wafat para nabi maka bagaimanakah dengan manusia/orang selain mereka”

Pada saat menerangkan kaidah-kaidah untuk mengenal hadis palsu, Al-Hafidz Ibnu Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata : “Hadis-hadis tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-senang, berpesta dan sholat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak ada satu pun yang sohih, tidak satu pun keterangan yang kuat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain hadis puasa. Adapun selainnya adalah batil/sesat seperti:

“Ertinya : Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya sepanjang tahun”.

Imam Ahmad berkata : “Hadis ini tidak sah/bathil”. Adapun hadis-hadis bercelak, memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian, itu dibuat-buat oleh tukang dusta. Kemudian golongan lain membalas dengan menjadikan hari Asyura sebagai hari kesedihan dan kesusahan. Dua goloangan ini adalah ahli bid’ah yang menyimpang dari As-Sunnah. Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan puasa pada hari itu yang diperintahkan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi bid’ah-bid’ah yang diperintahkan oleh syaithan”.

Adapun Solat Asyura maka hadisnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/29 berkata : “Maudhu’ (hadis palsu)”. Ucapan beliau ini diambil Asy-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah hal.47. Hal senada juga diucapkan oleh Al-Iraqi dalam Tanzihus Syari’ah 2/89 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’ah 2/122

Ibnu Rajab berkata (Latha’ful Ma’arif) : “Setiap riwayat yang menerangkan keutamaan bercelak, pacar, kutek dan mandi pada hari Asyura adalah maudlu (palsu) tidak sah. Contohnya hadis yang dikatakan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu secara marfu.

“Ertinya : Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak akan sakit di tahun itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian”.

Hadis ini adalah buatan para pembunuh Husain.

Adapun hadis,
“Ertinya : Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka matanya tidak akan pernah sakit selamanya”

Maka ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi menilainya sebagai hadis maudlu (palsu).

Hadis ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudlu’at 2/204. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim sebagaimana dinukil As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/111. Al-Hakim berkata : “Bercelak di hari Asyura tidak ada satu pun atsar/hadis dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal ini adalah bid’ah yang dibuat oleh para pembunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu.

Demikianlah sedikit pembahasan tentang hari Asyura. Semoga kita bisa meninggalkan bid’ah-bid’ahnya. Amin

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H-2001M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
__________
NOTA KAKI:
[*]. Diolah oleh Aris Munandar bin S Ahmadi, dari kitab Rad’ul Anam Min Muhdatsati Asyiril Muharram Al-Haram, karya Abu Thayib Muhammad Athaullah Hanif, tahqiq Abu Saif Ahmad Abu Ali
[1]. Hadis Sohih Riwayat Bukhari 3/454, 4/102-244, 7/147, 8/177,178, Ahmad 6/29, 30, 50, 162, Muslim 2/792, Tirmidzi 753, Abu Daud 2442, Ibnu Majah 1733, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/319,320, Al-Humaidi 200, Al-Baihaqi 4/288, Abdurrazaq 4/289, Ad-Darimy 1770, Ath-Thohawi 2/74 dan Ibnu Hibban dalam Sohihnya 5/253
[2]. Hadis Sohih Riwayat Bukhari 4/244, 6/429, 7/274, Muslim 2/795, Abu Daud 2444, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/318, 319, Ahmad 1/291, 310, Abdurrazaq 4/288, Ibnu Majah 1734, Baihaqi 4/286, Al-Humaidi 515, Ath-Thoyalisi 928
[3]. Hadis Riwayat Ahmad 2/359-360 dengan jalan dari Abdusshomad bin Habib Al-Azdi dari bapaknya dari Syumail dari Abu Hurairah, Abdusshomad dan bapaknya keduanya Dha’if.
[4]. Hadis Sohih Riwayat Bukahri 4/244, 7/274, Muslim 2/796, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/322 dan Al-Baihaqi 4/289
[5]. Hadis Sohih Riwayat Muslim 2/818-819, Abu Daud 2425, Ahmad 5/297, 308, 311, Baihaqi 4.286, 300 Abdurrazaq 4/284, 285
[6]. Hadis Sohih Riwayat Muslim 2/796, Abu Daud 2445, Thabary dalam Tahdzibul Atsar 1/24, Baihaqi dalam Al-Kubra 4/287 dan As-Shugra 2/119 serta Syu’abul Iman 3506 dan Thabrabi dalam Al-Kabir 10/391
[7]. Hadis Sohih Muslim 2/798, Ibnu Majah 736, Ahmad 1/224, 236, 345, Baihaqi 4/287, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanafnya 3/58, Thabrani dalam Al-Kabir 10/401, Thahawi 2/77 dan lain-lain
[8]. Abdurrazaq 4/287, Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar 2/78, Baihaqi dalam Sunan Kubra 4/287 dan dalam Syu’abul Iman 3509 dari jalan Ibnu Juraij, Atha telah mengabariku …. Sanadnya sohih. Ada juga muttabi dalam riwayat Qasim Al-Bhagawi dalam Al-Hadis Ali Ibnil Ja’di 2/886 dengan sanad sohih
[9]. Hadis Dhaif, riwayat Ahmad 1/241, Ibnu Khuzaimah dalam Sohihnya 2095, Thahawi 2/78, Bazar 1052 dalam Kasyfil Atsar, Baihaqi 4/278, Thobary dalam Tahdzibul Atsar 1/215, Ibnu Adi dalam Al-Kamil 3/88

Sumber : http://kaffah4829.wordpress.com/

Panduan Zakat Perniagaan

Photobucket

Zakat Perniagaan

Zakat perniagaan ialah zakat yang wajib dikeluarkan hasil daripada harta perniagaan sama ada berasaskan pembuatan, perlombongan, perikanan, perkapalan, pembekalan, pertanian, perkhidmatan atau sebagainya dengan tujuan diperniagakan, sama ada dalam bentuk perniagaan persendirian, perniagaan perkongsian sesama Islam atau dengan bukan Islam, perniagaan semua jenis syarikat, koperasi atau perniagaan saham dan sebagainya. Continue reading

Panduan Solat Terawih

Assalamualaikum. Selamat Menyambut Ramadhan Al-Mubarak. Semoga Ramadhan kali ini beroleh pahala berganda dan dapat menigkatkan ketaqwaan. Namun sebelum melangkah masuk ke bulan Ramadhan kita perlulah bersedia dari segenap sudut. Dari sudut ilmu dah buat ulangkaji ka belum? Dari sudut perasaan, ada ke takda rasa gembira semacam dan rindu? Kalau masih rasa biasa saja ini menunjukkan Ramadhan yang lalu tidak meninggalkan kesan cinta dan rindu terhadapnya. Dari sudut mental juga perlu ada persedaian. Kena kuat semangat hendak beribadat. Kalau tidak di hujung2 bulan tumbang… bukan ibadah yang ditumpukan sebaliknya raya sampai tak sempat nak pi terawih apa lagi Iktikaf. Dari sudut fizikal kesihatan perlu dijaga. Rasulullah SAW melakukan puasa sunat sejak dari Rejab dan Syaaban sebagai persediaan fizikal. Akhir sekali persediaan material dah menabung ke belum? Bukankah bulan Ramadhan amalan sunat di beri pahala wajib, amalan wajib diberi pahala 70 kali ganda (maksud hadis). Simpan la wang zang harta tu bayar dalam bulan ni…. sedekah juga kita buat dalam bulan ini. Walaupun sedikit tapi kita kerapkan di bulan penuh dengan rahmat ini. Mudah-mudahan beroleh Taqwa. Syukran. Jumpa lagi.

Download PANDUAN SOLAT TERAWIH DI SINI!!! SEBAR-SEBARKAN LINK INI. TQ!

Cara Sediakan Selusuh

BEBERAPA KAIFIAT MENYEDIAKAN MINYAK & AIR SELUSUH
Selusuh adalah salah satu ikhtiar dengan mengamalkan kaifiat tertentu untuk memudahkan kelahiran. Hukum mengamalkannya adalah harus selagi mana kaifiat-kaifiat yang digunakan tidak mempunyai bacaan atau amalan yang bercanggah dengan syariat seperti menyeru kepada selain Allah, jampi-jampi yang mempunyai unsur-unsur syirik atau tidak difahami. Amalan selusuh yang diharuskan menggunakan ayat-ayat Al-Quran dan doa-doa memohon kepada Allah SWT agar dipermudahkan proses kelahiran. Ayat-ayat atau jampi-jampi dibacakan samada pada air, minyak, buah kurma atau pada ibu yang akan bersalin. Amalan-amalan telah dilakukan secara turun-temurun oleh orang-orang kampong. Testemoninya sudah lama dan banyak terbukti. Amalan ini ada disebut di dalam kitab-kitab rawatan Islam.
Kadang-kadang kita terdengar, ada orang mendakwa isterinya bersalin anak pertama dengan kepayahan atau ada masalah tertentu walaupun melakukan selusuh dan mudah pula bagi anak kedua walaupun tanpa amalan selusuh. Sebenarnya, kita hanya berdoa Allah yang menentukan. Jangan kita lupa masih ada beberapa perkara perlu difahami dan diimani. Pertama, proses kelahiran amat menyakitkan dan ibu yang bersalin umpama sedang berjihad. Jadi tidak hairan jika meninggal kerana bersalin seseorang ibu itu diberi pahala syahid. Jika berjaya proses itu menjadi kifarat kepada dosa-dosanya yang telah lalu. Besarnya rahmat Allah. Kedua, selusuh hanyalah semata-mata ikhtiar dan doa dari makhluk. Makbul atau tidak doa makhluk tetap tertakluk kepada rahmat Allah. Kadang-kadang penderitaan dan kesakitan itu merupakan nikmat yang besar kerana banyak dosa-dosa terampun sekiranya kita sabar dan redha menerimanya sebagai ujian Allah SWT. Ketiga, doa yang merupakan senjata mukmin juga merupakan pengikat dan penghubung dengan Allah Rabbul Jalil. Maksud firman Allah : “Orang-orang yang beriman apabila menghadapi kesusahan mereka akan berserah dan berkata sesungguhnya kita milik Allah dan kepadaNya kita kembali”.
Terserah kepada anda untuk mengamalkannya atau tidak.
Di sini disediakan beberapa kaifiat untuk amalan selusuh pada air, minyak, kurma dan sebagainya.

SILA DOWNLOAD FREE

Hukum Zakat Gaji

Hukum Zakat Gaji Bulanan

Oleh: DR. ABDUL HAYEI BIN ABDUL SUKOR (Akademi Pengajian Islam)

SOALAN: Saya seorang pegawai kerajaan yang membayar zakat gaji secara bulanan
kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Saya tunaikannya sebaik sahaja gaji
diterima. Saya tidak mempunyai masalah pada zakat itu, kerana kadar 2.5 peratus
tidak membebankan sara hidup saya dan keluarga. Kalaupun tidak dikeluarkan
zakat, gaji saya dipotong juga atas nama cukai pendapatan. Saya difahamkan,
ulama tidak sepakat menyatakan sama ada gaji wajib dizakatkan atau sebaliknya.

Soalan saya, apa pendapat ulama dalam mazhab Shafie mengenai zakat gaji? Apa
kesannya terhadap zakat dan ibadat saya jika saya tidak mengambil berat tentang
mazhab yang saya ikuti? Bagaimanapun, saya tidak berminat menukar mazhab Shafie
yang saya ikuti ini kepada lain-lain mazhab. – ABDULLAH, Kota Bharu, Kelantan.

JAWAPAN:

Saya tidak ingin membuat sebarang ulasan atas sikap saudara yang tidak berminat
dengan mazhab-mazhab selain Shafie kerana mazhab ini juga termasuk antara
mazhab yang diterima pakai oleh sebahagian besar umat Islam di rantau ini,
bahkan di seluruh dunia. Ulama Islam mempercayai Imam Shafie tidak memfatwakan
sesuatu masalah, kecuali beliau mempunyai hujah sama ada daripada al-Quran,
al-sunah, sebagaimana yang diputuskan dalam usul bagi mazhabnya.

Mazhab-mazhab lain juga boleh dipakai khususnya Hanafi, Maliki dan Hanbali,
kerana mereka semua sepakat menjadikan al-Quran dan hadis sebagai teras bagi
mazhab masing-masing. Kalaupun ada perbezaan pendapat, maka perbezaan itu hanya
pada furu’ (cabang-cabang) masalah. Kata sesetengah ulama, perbezaan pendapat
antara imam-imam mazhab itu, bukannya perbezaan antara benar dan salah, tetapi
antara benar dan yang lebih benar, antara afdal dan yang lebih afdal.

Gaji yang dimaksudkan di sini ialah bayaran yang diterima seseorang sebagai
upah kerja atau perkhidmatan yang dilakukan mengikut masa tertentu, termasuk
juga dalam istilah gaji, wang elaun, imbuhan atau bonus hasil sewa bangunan
atau keuntungan pelaburan daripada apa-apa pekerjaan, perkhidmatan dan
perolehan lain. Ulama Islam tidak sepakat dalam menentukan sama ada pendapatan
gaji diwajibkan zakat atau tidak.

Perselisihan pendapat berpunca daripada wujudnya keterangan al-Quran dan hadis
yang dengan jelas menyebutkan harta yang diwajibkan zakat ialah emas, harta
perniagaan, nilai tanaman dan ternakan. Zakat pertanian diperintah supaya
dikeluarkan pada hari ia dituai atau dipetik (lihat surah al-An’am: ayat 141).
Zakat emas dan perak pula dinyatakan, sesiapa yang menyimpannya, tanpa
dikeluarkan zakatnya, nanti akan dibakar dahi dan rusuknya dengan api neraka
(surah al-Taubah: ayat 34 dan 35).

Zakat ternakan pula dinyatakan dalam hadis. Secara umumnya meliputi ternakan
lembu, kambing dan kerbau. Zakat dikira mengikut bilangan binatang yang
dipelihara setelah cukup nisabnya. Keterangan boleh diikuti dalam kitab-kitab
fiqh dan hadis (sebagai contoh, lihat Nail al-Awtar, 4/132).

Gaji atau upah kerja tidak disebut dengan jelas, sama ada di dalam al-Quran
atau hadis sebagai pendapatan yang dikenakan zakat. Bagaimanapun, Dr. Yusuf
al-Qaradawi memasukkan wang gaji dalam kategori al-mal al-mustafad (harta
perolehan/pendapatan) yang dikeluarkan juga zakatnya pada zaman pemerintahan
Muawiyah dan Umar ibn Abdul Aziz.

Justeru tiada nas yang jelas daripada al-Quran dan hadis memperkatakan hukum
zakat gaji atau upah kerja, imam-imam Shafie, Malik dan Ahmad mengambil
kesimpulan tidak wajib zakat pada gaji.

Zakat hanya diwajibkan pada harta-harta hasil pertanian, perniagaan,
penternakan dan nilai-nilai emas perak dan wang iaitu sebaik sahaja cukup
syarat nisab (sukatan nilai) dan haul (tempoh masanya). Imam Abu Hanifah
berpendapat, ayat 267 surah al-Baqarah menunjukkan pendapatan melalui gaji dan
lain-lain juga diwajibkan zakat. Ayat itu membawa terjemahan berikut:

Wahai orang yang beriman! Belanjakanlah sebahagian dari hasil usaha kamu yang
baik-baik, dan sebahagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu sengaja memilih yang buruk daripadanya untuk diderma atau
dijadikan zakat.

Kebanyakan ulama termasuk Shafie dan lain-lain, menafsirkan ayat ini dengan
infaq (perbelanjaan) am dan sedekah sunat. Suruhan atau perintah di dalam ayat
267 al-Baqarah itu hanya membawa erti sedekah atau merangsang golongan berada
supaya turut membantu golongan miskin atas dasar ihsan dan belas kasihan. Dr.
Mustafa al-zarqa cenderung kepada pendapat ini kerana gaji, menurutnya,
kalaupun besar kadarnya ia adalah bayaran yang mencukupi sesuai dengan taraf
dan gaya hidup seseorang pekerja.

Tambahan pula, zakat adalah salah satu daripada lima rukun Islam. Keislaman
seseorang akan terjejas dengan terabainya zakat pada harta yang tidak
ditunaikan zakat. Oleh itu, wajar sekali al-Quran atau hadis membutirkan dengan
jelas semua harta yang wajib zakat termasuklah gaji dan upah kerja. Dalam
keadaan harta itu tidak dinyatakan dengan jelas, maka secara mudahnya difahami
sebagai tidak wajib, sedangkan pada zaman nabi juga ada pekerja-pekerja yang
mengambil upah atau makan gaji menurut istilah sekarang.

Imam Abu Hanifah pula berpendapat, ayat 267 al-Baqarah itu berkenaan zakat
wajib. Oleh itu beliau berpendapat, semua harta yang diusahakan melalui
jalan-jalan yang halal dan hasil yang dikeluarkan dari bumi hendaklah
dizakatkan.

Ini bermakna gaji, upah kerja, hadiah, bonus dan apa juga hasil yang
dikeluarkan dari bumi termasuk ubi kayu, sayur-sayuran dan buah-buahan
hendaklah dizakatkan semuanya.

Kebanyakan ulama mutakhir, termasuk Dr. Yusuf al-Qaradawi cenderung kepada
pendapat ini. Majlis Fatwa Kebangsaan dan jawatankuasa perunding hukum syarak
negeri-negeri di Malaysia juga setuju dengan pendapat ini memandangkan
banyaknya faedah dan muslihat kepada umat Islam terutama golongan miskin dan
kurang upaya.

Saya berpendapat, mazhab imam Abu Hanifah lebih sesuai diamalkan pada zaman ini
kerana dengan adanya zakat gaji yang diberi kepada fakir miskin, hubungan kasih
sayang dan perpaduan menjadi erat.

Dari aspek yang lain pula, jika zakat gaji itu ditadbir dengan baik oleh satu
badan seperti Pejabat Pungutan Zakat (PPZ), tentu ia akan mengukuhkan lagi
institusi kewangan bagi membantu masyarakat Islam. Pengalaman Majlis Agama
Islam Wilayah Persekutuan membuktikan kebaikan zakat ini dikuatkuasakan melalui
sistem dan peraturan.

Setelah keputusan diambil bahawa gaji juga wajib dizakatkan, persoalan
selanjutnya berbangkit, bagaimana dengan syarat nisab dan haulnya? Paling dekat
dengannya ialah nisab dan haul pada zakat harta simpanan, nilai nisabnya ialah
85 gram (lebih kurang RM3,000 mengikut kadar turun naik nilai harga emas).
Tempoh haulnya ialah 354 hari, menurut kiraan tahun hijrah. Kadar zakat yang
dikenakan ialah 2.5 peratus daripada keseluruhan harta simpanan, setelah
ditolak perbelanjaan asasi untuk diri sendiri, isteri, anak-anak dan ibu bapa
bagi tempoh setahun.

Sesetengah pendapat pula menyatakan, gaji diwajibkan zakat sebaik sahaja
diterima, sekalipun belum cukup haulnya. Pendapat ini dihubungkan kepada
beberapa mazhab seperti Muawiyah, Ibn Hazm, Umar ibn Abdul Aziz dan lain-lain.
Ini bermakna apabila seseorang menzakatkan hartanya sebaik sahaja gajinya
diterima, maka tidak dikenakan zakat lagi pada akhir tahun (setelah genap
haul). Amalan ini dikira lebih adil, terutama jika dibandingkan dengan petani
yang mengeluarkan zakat padinya sebaik sahaja dituai.

Justeru di Malaysia ini kuasa-kuasa agama berada di negeri, maka difahamkan
juga masih ada beberapa negeri yang belum memfatwakan zakat gaji sebagai wajib.
Ini pun menarik juga kerana kebebasan memilih pendapat dan mengamalkan
mana-mana yang difikir lebih menguntungkan pengetahuan agama, masyarakat dan
negara, maka perbezaan pendapat harus dimanfaatkan semaksimum yang mungkin.

Sebagai kesimpulan kepada zakat gaji, tuan-tuan punya gaji boleh dikategorikan
kepada tiga bahagian:

1. Tuan-tuan punya gaji yang tidak atau hanya mencukupi keperluan asasi diri
dan keluarganya sahaja. Gaji ini tidak wajib dizakatkan menurut ijma ulama,
kecuali jika gaji disimpan hingga mencukupi kadar nilai 85 gram emas yang
bersamaan RM3,000 dan genap haulnya 354 hari. Pada ketika itu wang gaji yang
disimpan wajib dizakatkan sebanyak 1/40 atau 2.5 peratus.

2. Tuan-tuan punya gaji yang melebihi keperluan asasi iaitu makan, minum,
pakai, kenderaan dan perubatan. Gaji yang lebih itu disimpan hingga cukup nisab
dan haul, maka wajib ke atasnya zakat.

Mereka menyimpan gaji yang lebih daripada keperluan itu. Wang simpanan ini
diwajibkan zakat pada kadar 2.5 peratus.

3. Tuan-tuan punya gaji yang lebih daripada keperluan asasi tetapi habis
dibelanjakan untuk bermewah tanpa tujuan sebenar. Harta yang lebih daripada
keperluan asasi ini wajib dizakatkan. Sebagai contoh, seorang itu mempunyai
pendapatan gaji sebanyak RM10,000 sebulan, sedangkan keperluan asasinya hanya
RM5,000. Dalam setahun akan terkumpul kira-kira RM60,000. Wang ini wajib
dizakatkan, sekalipun tiada lagi dalam simpanannya. Kadar zakatnya ialah
RM1,500 atau RM125 sebulan.

Untuk makluman saudara, saya difahamkan pihak pentadbiran PPZ Wilayah
Persekutuan telah menyelaraskan kutipan cukai pendapatan dengan zakat gaji bagi
pihak orang Islam yang mempunyai gaji yang cukup nisab. Mereka secara automatik
telah mengambil sebanyak 2.5 peratus atas nama zakat, manakala selebihnya
dikekalkan atas nama cukai pendapatan.

Jika maklumat ini benar, maka saya mengucapkan setinggi-tinggi tahniah kepada
pihak pentadbiran zakat atas daya usahanya untuk membersihkan gaji yang
diterima umat Islam, sekalipun hukum zakat gaji masih dipertikaikan. Saya
berpendapat, pihak pembayar cukai perlu mewakilkan kepada PPZ sebagai wakil
penerima zakat untuk dimasukkan ke dalam tabung zakat yang nanti akan
diagih-agih kepada pihak-pihak yang berhak mendapat bantuannya.

Sumber: Utusan, Bicara Agama (05/06/2001)

ADAB MENYAMBUT AIDUL FITRI

ADAB MENYAMBUT HARI RAYA AIDILFITRI

Sebagai hadiah kemenangan orang-orang Islam dalam perjuangan mengengkang hawa nafsu di bulan Ramadhan Allah Subhanahu wa Ta’ala membalasnya dengan satu hari yang dinamakan ‘Idulfitri atau Hari Raya Fitrah, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan mereka berbuka puasa dan mengharamkan berpuasa pada hari tersebut.

Dalam keghairahan menyambut Hari Raya yang mulia adalah wajar ianya disambut mengikut lunas- lunas yang digariskan oleh Syara’ dan tidak dicampurbaurkan dengan perkara-perkara yang dilarang atau yang diharamkan.

Hari Raya memang tidak boleh disamakan dengan sambutan perayaan- perayaan yang lain, kerana ianya merupakan kurniaan Allah Subhanahu wa Ta’ala khusus kepada hamba- hamba yang beribadat dan berjuang melawan hawa nafsu sepanjang bulan Ramadhan.

Apakah adab-adab dan perkara-perkara sunat yang dilakukan ketika menyambut kedatangan Hari Raya?

Banyak fadilat atau kelebihan yang terdapat pada malam Hari Raya. Oleh sebab itu, di antara adab-adab dan perkara-perkara sunat yang telah digariskan oleh Syara’ untuk kita melakukannya ialah menghidupkan malam Hari Raya itu dengan melakukan amal-amal ibadat seperti mendirikan sembahyang fardhu secara berjemaah, melakukan sembahyang sunat, bertakbir, memanjatkan doa ke hadrat Ilahi dan melakukan apa- apa jua bentuk perkara yang berkebajikan.

1. Berdoa di malam raya

Al-Imam Al-Syafie Rahimahullahu Ta’ala telah menegaskan bahawa malam Hari Raya itu adalah di antara malam-malam yang mudah diperkenankan doa, sebagaimana beliau berkata di dalam kitabnya Al-Umm: “Telah sampai kepada kami bahawasanya pernah dikatakan, sesungguhnya doa itu sungguh mustajab pada lima malam; malam Jumaat, malam Hari Raya Adha, malam Hari Raya Fitrah, awal malam Rajab dan malam Nisfu Sya’ban.

Perlu diingat juga, kelebihan menghidupkan malam Hari Raya itu tidak akan diperolehi melainkan dengan mengisi dan menghidupkan sebahagian besar malam tersebut, sebagaimana mengikut pendapat yang shahih.

2. Bertakbir Sepanjang Malam sehingga sebelum Solat Sunat Aidilfitri

Kemeriahan Hari Raya lebih dirasai apabila laungan takbir bergema. Namun begitu, tidak bermakna takbir itu semata-mata untuk memeriahkan suasana tetapi lebih dari itu, ianya lebih bersifat untuk melahirkan rasa kesyukuran dan mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah memerintahkan kepada kita mengakui akan kebesaran dan keagunganNya dengan mengucapkan takbir.

Ucapan takbir pada malam Hari Raya itu merupakan ibadah yang kita lakukan untuk melepaskan Ramadhan dan untuk menyambut kedatangan ‘Idulfitri. Oleh sebab itu, disunatkan kepada kita mengucapkan takbir dengan mengangkat suara, bermula waktunya dari terbenam matahari malam Hari Raya sehingga imam mengangkat takbiratul ihram sembahyang Hari Raya. Firman Allah Ta’ala:

Tafsirnya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

(Surah Al-Baqarah : 185)

3. Mandi Sunat Aidilfitri

Di pagi Hari Raya pula disunatkan mandi kerana Hari Raya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dan Al-Fakih bin Sa’d Radhiallahu ‘anhum bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan mandi pada Hari Raya Fitrah dan Hari Raya Adha. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah.

4. Memakai Pakaian yang Terbaik, menghilangkan bau yang tidak elok

Di samping itu disunatkan juga memakai pakaian yang sebagus-bagusnya, memakai harum-haruman dan menghilangkan segala bau-bau yang tidak elok. Tidak kira sama ada orang itu hendak keluar pergi ke masjid untuk menunaikan sembahyang Hari Raya ataupun duduk sahaja di rumah, kerana hari tersebut merupakan hari untuk berhias-hias dan berelok-elok. Diriwayatkan daripada Ja’far bin Muhammad daripada bapanya daripada datuknya:

Maksudnya: “Bahawasanya Shallallahu ‘alaihi wasallam memakai kain yang bergaris-garis (untuk diperselimutkan pada badan) pada setiap kali Hari Raya.”

(Hadits riwayat Al-Syafi’e dan Al-Baghawi)

5. Makan terlebih dahulu (seeolk-eloknya makan kurma dalam bilangan ganjil)

Sebelum keluar pergi ke masjid untuk menunaikan sembahyang sunat Hari Raya Fitrah disunatkan makan dan minum terlebih dahulu kerana mengikut apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan daripada Anas Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:

Maksudnya: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar pada waktu pagi Hari Raya Fitrah sehingga Baginda makan (terlebih dahulu) beberapa biji tamar dan Baginda memakannya dalam bilangan ganjil.”

(Hadits riwayat Al-Bukhari dan Ahmad)

6. Mengucapkan tahniah

Selain itu, Hari Raya merupakan hari kemenangan dan kegembiraan, maka sebab itu disunatkan bagi sesama muslim saling mengucapkan tahniah antara satu sama lain dengan mengucapkan:

Ertinya: “Semoga Allah menerima daripada kita dan menerimaNya daripada awak.”

Daripada Jubair bin Nufair, di mana beliau merupakan salah seorang Tabi’en (orang-orang yang datang setelah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) telah berkata (maksudnya): “Sahabat- sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mereka berjumpa di Hari Raya, setengahnya mengucapkan kepada setengah yang lain:

Ertinya: “Semoga Allah menerima daripada kami dan menerimaNya daripada awak.”

Menurut pandangan jumhur ulama bahawa mengucapkan tahniah di Hari Raya merupakan sesuatu perkara yang disyari’atkan di dalam Islam.

Al-Imam Al-Qalyubi menaqalkan daripada Al-Imam Ibnu Hajar bahawa memberi atau mengucapkan tahniah pada hari-hari raya, bulan-bulan dan tahun- tahun (kerana ketibaannya) merupakan perkara yang disunatkan. Al-Imam Al-Baijuri mengatakan: Inilah yang yang dii’timadkan.(Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, Juz 14, m.s. 100)

7. Ziarah menziarahi

Manakala itu pula, amalan saling ziarah menziarahi rumah terutama sekali saudara mara terdekat dan sahabat handai merupakan suatu tradisi yang sentiasa diamalkan ketika menyambut Hari Raya. Amalan ini juga sebenarnya termasuk di dalam perkara yang digemari dan disyariatkan di dalam Islam.

Dalil yang menunjukkan pensyariatannya sebagaimana yang diriwayatkan daripada Aisyah Radhiallahu ‘anha, beliau berkata:

Maksudnya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam masuk kepadaku, dan di sisiku ada dua orang anak perempuan yang menyanyi dengan nyanyian Bu’ats. Lalu Baginda baring di atas hamparan dan memalingkan mukanya, dan kemudian Abu Bakar masuk, lalu mengherdikku dengan berkata: “Seruling syaitan di sisi (di tempat) Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kepada Abu Bakar lalu berkata: “Biarkan mereka berdua itu.” Melalui riwayat Hisyam Baginda menambah: “Wahai Abu Bakar, masing-masing kaum ada hari rayanya, dan hari ini adalah Hari Raya kita.”

(Hadits riwayat Al-Bukhari)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menerangkan di dalam kitabnya Fath Al-Baari bahawa kedatangan atau masuknya Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu ke dalam rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan seolah-olah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu datang sebagai pengunjung atau penziarah selepas masuknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam rumah Baginda.

(Al-Fath Al-Baari, Juz 3, m.s. 116 & Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, Juz 31, m.s. 117)

Sehubungan dengan perkara ziarah menziarahi ini, adalah ditekankan kepada orang yang pergi berziarah supaya sentiasa komited terhadap etika ziarah yang ditetapkan oleh Islam. Umpamanya hendaklah meminta izin atau memberi salam sebelum masuk, tidak menghadapkan muka langsung ke arah pintu, menjaga adab kesopanan ketika berada di dalam rumah orang yang diziarahi, memilih waktu yang sesuai untuk berziarah dan sebagainya.

8. Tetap menjaga disiplin sebagai seorang Islam yang beriman

Dalam keghairahan menyambut Hari Raya, perlu diingat jangan sekali-kali sampai lupa kewajipan kita kepada Allah Ta’ala iaitu mendirikan sembahyang fardhu, dan kerana terlalu seronok jangan pula adanya berlaku perlanggaran batasan-batasan agama.

Apa yang di harapkan daripada sambutan Hari Raya sebenarnya bukannya semata-mata kegembiraan atau keseronokan tetapi yang lebih penting dan lebih utama lagi ialah mendapatkan keberkatan dan keredhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga kita semuanya mendapat keberkatan dan keredhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kerana menghidupkan, membesarkan dan mengagungkan Hari Raya Idulfiri.

sumber : http://www.brunet.bn/gov/mufti/irsyad/pelita/ic2_1999.htm

Webmaster, Earn Money Here!

KOD BABI PADA MAKANAN – PENTING UNTUK UMAT ISLAM

Oleh Dr. M Anjad Khan

Salah seorang rakan saya bernama Syeikh Sahib bekerja sebagai pegawai di Badan Pengawasan Ubat dan Makanan (POM) di Pegal, Perancis. Tugasnya adalah mencatat semua jenis barang, makanan dan ubat-ubatan.

Produk apa pun yang akan dipasarkan oleh sesuatu perusahaan, bahan-bahan produk tersebut harus terlebih dahulu mendapat izin dari Badan Pengawasan Ubat dan Makanan Perancis (POM) dan Syeikh Sahib bekerja di Badan tersebut bahagian QC, oleh sebab itu dia mengetahui pelbagai jenis bahan makanan yang dipasarkan.

Kebanyakan bahan-bahan tersebut ditulis dengan istilah ilmiah namun ada juga beberapa yang ditulis dalam bentuk matematik seperti E-904, E-141. Awalnya, ketika Syeikh Sahib menemui bentuk matematik tersebut, dia ingin tahu dan kemudian menanyakan kod matematik tersebut dengan seorang Perancis yang bertanggung jawab dalam bidang itu. Orang itu menjawab “KERJAKAN SAJA TUGASMU, JANGAN BANYAK TANYA”.

Jawapan tersebut menimbulkan kecurigaan buat Syeikh Sahib. Dia kemudian mula mencari tahu kod tersebut dalam dokumen yang ada. Ternyata apa yang dia temui cukup memeranjatkan kaum muslimin  di seluruh dunia.

Hampir keseluruhan Negara Barat termasuk Eropah, pilihan utama untuk daging adalah daging babi. Penternakan babi sangat banyak di negara-negara tersebut. Di Perancis sendiri, penternak babi mencecah sehingga 42,000.

Jumlah kandungan lemak dalam tubuh babi sangat tinggi dibandingkan dengan haiwan lainnya. Namun orang Eropah dan Amerika berusaha menghindari lemak-lemak tersebut.

Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang, di manakah lemak-lemak babi tersebut? Jawapannya ialah: Babi-babi tersebut dipotong di tempat perniagaan (secara) kecil-kecilan (di bawah pengawasan Badan POM) yang memproses badan babi tersebut untuk membuang lemak yang sudah dipisahkan dari daging babi. Dahulu kira-kira 60 tahun yang lalu, lemak-lemak tersebut dibakar.

Kemudian mereka berfikir untuk memanfaatkan lemak-lemak tersebut. Sebagai kajian awal, mereka membuat sabun dengan bahan lemak tersebut dan ternyata itu berhasil.

Lemak-lemak tersebut diproses secara kimiawi, dikemas sedemikian rupa dan dipasarkan. Dalam pada itu, Negara-negara di Eropah memperlakukan aturan yang mengharuskan bahan-bahan dari setiap produk makanan, ubat-ubatan harus cicantumkan pada kemasan.

Oleh kerana itu, bahan yang dibuat dari lemak babi dicantumkan dengan nama Pig Fat (lemak babi) pada kemasan produk. Mereka yang tinggal di Eropah 40 tahun terakhir ini mengetahui hal tersebut.

Namun produk dengan bahan lemak babi tersebut dilarang masuk ke negara-negara Islan pada masa itu, sehingga menimbulkan defisit perdagangan bagi Negara-negara pengeksport.

Menoleh ke masa lalu, jika anda kaitkan dengan Asia, anda mungkin tahu tentang faktor yang menimbulkan perang saudara. Pada masa itu, peluru senapang dibuat di Eropah dan diangkut ke belahan benua melalui jalur laut. Perjalanannya memakan masa berbulan-bulan untuk sampai ke tempat tujuan sehingga peluru rosak akibat air laut.

Kemudian mereka mendapat idea untuk melapisi peluru tersebut dengan lemak babi. Lapisan lemak tersebut perlu digigit dengan gigi terlebih dahulu sebelum digunakan. Apabila berita mengenai pelapisan tersebut tersebar dan sampai ke telinga tentera yang kebanyakan Muslim dan beberapa Vegetarian (orang yang tidak makan daging), maka tentera-tentera tersebut tidak mahu berperang sehingga mencetuskan perang saudara (civil war).

Negara-negara Eropah mengakui fakta tersebut dan kemudian menggantikan penulisan lemak babi dalam kemasan dengan menuliskan lemak haiwan. Semua orang yang tinggal di Eropah sejak tahun 1970-an mengetahuinya.

 Apabila pihak pengusaha produk ditanya oleh pihak yang bertanggung jawab dari Negara Islam mengenai lemak haiwan tersebut, maka mereka menjawabnya bahawa lemak tersebut adalah lemak sapi (lembu). Walaupun demikian lemak-lemak tersebut tetap haram bagi orang Islam kerana penyembelihan haiwan tersebut tidak mengikut syariat Islam. Oleh kerana itu, produk dengan label baru tersebut dilarang masuk ke Negara-negara Islam.

Kesannya, pengusaha produk menghadapi masalah kewangan yang sangat serius kerana 75% penghasilan mereka diperoleh dengan menjual produknya ke Negara Islam, di mana laba penjualan ke Negara Islam boleh mencapai jutaan dolar.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk membuat kodifikasi bahasa yang hanya diketahui oleh Badan POM sementara orang awam tidak mengetahuinya. Kod tersebut diawalkan dengan E-CODES, E-INGREDIENTS ini terdapat di banyak produk perusahaan multi nasional termasuk ubat gigi, coklat, gula-gula, biskut, makanan dalam tin dan beberapa multi vitamin dan banyak lagi produk makanan dan ubat-ubatan lain.

Semenjak produk-produk tersebut di atas banyak dikonsumsi (penggunaan barang-barang spt hasil pertanian, perusahaan dll) oleh Negara-negara Islam, kita sebagai masyarakat muslim tidak terkecuali menghadapi masalah penyakit masyarakat seperti hilang rasa malu, kekerasan, seks bebas dan sebagainya.

Oleh itu, saya mohon kepada semua umat Islam untuk memeriksa terlebih dahulu bahan-bahan produk yang akan kita guna di bahagian bahan-bahan: ada atau tidak kod E-Codes berikut ini (walaupun produk itu ada label HALAL). Jika ada kod yang bermula dengan E-…… seperti yang disenaraikan ini, hindarkan dan maklumkan saudara muslim yang lain kerana ia mengandungi lemak babi.

DOWNLOAD ARTIKEL DAN SENARAI E-KOD KHINZIR

Adalah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai umat Islam untuk mematuhi syariat Islam dan juga menyampaikan informasi ini kepada saudara kita.

SEBAR-SEBARKAN.

Cara Rasulullah SAW Berwuduk

Assalamulaikum dan salam sejahtera.

Solat adalah setinggi-tinggi ibadat di sisi Allah SWT. Solat dapat mengukuhkan dan menambahkan Iman. Namun solat tiada nilainya jika kita tidak berwuduk atau tidak sempurna wuduk. Wuduk adalah kunci Solat dan Solat adalah kunci Syurga. Wuduk juga dapat membersihkan diri dan menjadi kifarat zunub (memadam dosa-dosa lalu). Jadi kita harus sedar betapa pentingnya wuduk yang sempurna ini. Jadi, mari kita kongsi sebuah hadis shahih berkaitan Wuduk ini. Diriwayatkan daripada Humran r.a katanya:” Sayidina Othman bin Affan r.a telah meminta air untuk berwuduk, setelah memperolehi air beliau terus membasuh dua tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta memasuk dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian beliau membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke paras siku sebanyak tiga kali. Selepas itu beliau membasuh tangan kirinya sama seperti beliau membasuh tangan kanan kemudian menyapu kepalanya dan membasuh kaki kanan hingga ke paras buku lali sebanyak tiga kali. Selepas itu beliau membasuh kaki kiri, sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Sayidina Othman r.a berkata: Aku pernah melihat Rasulullah s.a.w berwuduk seperti cara aku berwuduk. Aku juga telah mendengar baginda s.a.w bersabda: Sesiapa yang mengambil wuduk seperti cara aku berwuduk kemudian dia mendirikan sembahyang dua rakaat dan tidak berkata-kata antara wuduk dan sembahyang, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu” (Riwayat Muslim, 1:142).  Selamat berwuduk dan meningkatkan kualiti ibadah anda.

Download Panduan Haji dan Umrah

Panduan Solat Istikharah

Photobucket

Definisi
Istikharah adalah perkataan Arab yang berasal daripada kata dasar ‘khayara’. Daripada kata inilah terbitnya juga perkataan ikhtiar yang bermaksud pilihan. Apabila ditambah huruf hamzah wasl, sin dan ta di hadapan perkataan ini yang menjadikan ianya disebut istakhara, maka ia bermaksud meminta pilihan. Seperti perkataan ‘ghafara’ yang bermaksud ampun, apabila ia menjadi perkataan istighfar maka ia bermaksud meminta keampunan.

Perkataan ‘khairun’ berasal daripada kata dasar (khayara) inilah juga. Ianya bermaksud pilihan yang terbaik. Dalam azan solat subuh ada lafaz ‘al-solah khairun min al-naum’ bermaksud solat itu lebih baik daripada tidur. Iaitu pada waktu itu terdapat dua pilihan antara tidur dan bangun mendirikan solat, maka lafaz azan yang mengandungi perkataan ‘khairun’ itu memberikan penegasan bahawa antara keduanya itu, solatlah yang terlebih baik.

Jadi solat istikharah itu didefiniskan sebagai solat yang dilakukan semata-mata kerana ingin mendapat petunjuk Allah (melalui solat) kerana kita berhadapan dengan dua atau pelbagai pilihan. Kerana hanya Allah SWT yang amat mengetahui perkara-perkara yang terbaik dan apa yang baik untuk diri kita sebagai hambaNya. Maka sepatutnyalah kita mengadu dan memohon agar Allah membantu dalam membuat pilihan.

Kamus Dewan Ed. Keempat (2007) menjelaskan solat istikharah bermaksud: sembahyang untuk memohon pedoman daripada Allah bagi memilih jalan yang lebih baik antara dua pilihan. Manakala dalam laman wikipedia
Solat Sunat Istikharah ditafsirkan sebagai “solat sunat yang didirikan untuk meminta petunjuk yang baik, apabila kita menghadapi dua pilihan, atau ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Oleh itu kita memohon kepada Allah menunjukkan kepada kita pilihan yang terbaik”.

Syariat
Solat Istikharah ini adalah salah satu daripada syariat (Ajaran) Islam. Ia disandarkan kepada beberapa hadis daripada Rasulullah SAW. Antaranya hadis yang diriwayatkan oleh kedua-dua iman Bukhari dan Muslim daripada Jabir ra bahawa Rasulullah SAW mengajarkan kami solat istikharah. Sabdanya “Apabila kamu dilanda kekusutan terhadap sesuatu, maka hendaklah dikerjakan solat dua rakaat kemudian berdoa” Dengan doa yang akan disebutkan di bawah ini insyaAllah.

Solat ini hukumnya adalah sunat. Ia boleh dilakukan bagi memohon petunjuk Allah atas perkara-perkara harus yang menjadi kesamaran kepada umat Islam untuk membuat pilihan. Maksudnya di sini ialah, tidak boleh dilakukan solat sunat istikharah ke atas perkara wajib seperti untuk persoalan adakah perlu aku tunaikan zakat? Haji? Mengenakan tudung (pakaian menutup aurat)? dan lain-lain yang diketahui ia sebagai tuntutan wajib ke atas umat Islam.

Begitu juga tidak boleh dilakukan solat istikharah atas perkara-perkara yang telah nyata haram. Seperti keinginan untuk membuat pinjaman ataupun tidak dengan AhLong yang jelas melibatkan amalan riba, ataupun sama ada ingin melayan atau tidak mengendahkan permintaan rasuah daripada orang yang meluluskan sesuatu perkara/projek dan sebagainya. Sepatutnya mereka terus sahaja tidak membuat pinjaman AhLong yang melibatkan riba dan tidak memberi rasuah. Tidak ada ruang untuk beristikharah dalam perkara berkenaan lagi.

Sebaliknya solat istikharah itu dituntut atas perkara-perkara yang harus seperti ingin memilih jodoh, menerima pinangan, atau membuat pilihan di antara dua atau lebih tawaran pekerjaan halal, atau membuat pilihan sama ada ingin melanjutkan pelajaran dalam bidang yang sesuai, dalam negeri atau luar negeri dan sebagainya.

Cara solat
Kaifiyat atau cara-cara mengerjakan solat sunat Istikharah ini sama seperti solat-solat sunat yang lain. Ia dikerjakan sebanyak dua rakaat berdasarkan kepada hadis sahih di atas. Imam al-Nawawi (1993:157) mencatatkan bahawa solat sunat ini terlaksana sama ada apabila seseorang mengerjakan solat rawatib (qabliyah atau ba’diyah) selepas solat fardhu, solat sunat tahiyatul masjid atau solat-solat sunat yang lain. Yang membezakannya adalah doa yang dibaca selepas solat itu. Sekiranya ia membaca doa istikharat (yang akan disebutkan di bawah) maka solat yang dikerjakan itu dikira sebagai solat sunat istikharah.

Kebanyakkan ulama mengkuhuskan solat sunat yang lain daripada solat rawatib dan sebagainya sebagai solat Istikharah. Maksudnya, ia adalah solat yang khusus untuk beristikharah, dengan niatnya yang khusus bahawa ia akan mengerjakan solat istikharah. Seperti niatnya ’sahaja aku solat sunat istikharah dua rakaat kerana Allah Taala”. Mereka juga ada menentukan masa seperti selepas tengah malam atau sebelum subuh bagi mengerjakan solat ini.

Bagi ana, solat sunat Istikharah ini boleh dilakukan sama ada secara bersama dengan solat-solat sunat yang lain, pada waktu-waktu kebiasaan seseorang melakukan solat sunat. Selepas atau sebelum solat fardhu. Contohnya bagi mereka yang datang awal ke masjid, selepas azan zohor, mereka biasa melakukan solat qabliyah zohor, jadi diniatkan untuk beristikharah (baca doa istikharah) selepas solat tersebut. Sejurus selepas solat, ia berdoa dengan doa istikharah maka insyaAllah, ia akan memperolehi pahala solat qabliyah dan solat istikharah secara sekaligus seperti pahala puasa syawal bagi mereka yang melakukan puasa qadha.

Ataupun anda boleh memilih sama ada ingin memperuntukkan waktu yang khusus bagi solat ini pada waktu-waktu yang selesa bagi anda untuk mengerjakannya. Yang penting adalah keikhlasan dan penyerahan diri kepada Allah SWT secara sepenuhnya (sama ada kita berada dalam kesenangan mahupun waktu-waktu sukar dan mencabar).

Bacaan surah dalam solat istikharah sebagaimana yang dicatatkan oleh Imam al-Nawawi adalah, pada rakaat pertama dibaca surah al-Kafirun dan pada rakaat kedua pula surah al-ikhlas. Kedua-duanya dibaca selepas bacaan surah al-Fatihah. Anda boleh membaca surah-surah berkenaan sekali sahaja atau diulang sebanyak tiga kali mengikut keselesaan dan keikhlasan anda sendiri.

Doa
Berikut disertakan doa istikharah sebagaimana yang dicatakan dalam buku al-azkar karang Imam al-Nawawi ra:

Maksud: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah dengan ilmuMu, dan aku meminta dengan Kudrat dan kekuasaanMu, dan aku bermohon dengan kurniaanMu yang Maha Agung, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan segala sesuatu bukanlah diriku ini penentu, dan Engkaulah yang Maha Mengetahui sedang diriku tidak mengetahui, dan Engkaulah sahaja yang mengetahui perkara-perkara ghaib. Ya Allah, sekiranya Engkau ketahui perkara ini lebih baik buatku, untuk agamaku, kehidupanku dan segala urusanku di dunia dan di akhirat, maka engkau tentukanlah ia untukku, dan permudahkanlah segala urusannya untukku, kemudian engkau berkatilah daku padanya. Namun sekiranya engkau ketahui bahawa perkara ini adalah tidak baik bagiku, untuk agamaku, kehidupanku dan segala urusanku di dunia dan akhirat, maka engkau jauhilah ia daripadaku, dan engkau jauhilah daku daripadanya, sebaliknya engkau tukarkanlah ia dengan ketentuan yang lebih baik untukku di mana-mana, kemudian engkau redha akan daku dengannya pula, wahai tuhan yang maha pemberi rahmat.

Cara berdoa
1. Memulakan dengan puji-pujian kepada Allah
2. Selawat ke atas Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya
3. Bacaan doa di atas
4. Menyebut perkara yang dihajati (berada dalam kesamaran)
5. Selawat ke atas Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya
6. Diakhiri dengan puji-pujian kepada Allah SWT.

Semoga mendapat rahmat, pertolongan daripada Allah atas segala niat dan tindakan yang bakal kita ambil. Yang terlebih penting agar ruh agama dan syariat Islam sentiasa segar bak darah yang mengalir dalam diri dan kita tidak terpisah daripadanya melainkan melalui kematian. Firman Allah (Ali Imran:102) “dan janganlah kamu mati melainkan sebagai orang Islam (yang menyerah diri sepenuhnya kepada Allah). Yakni dengan mengikuti dan mengamalkan setiap ajaran Islam dalam menjalani kehidupan di dunia secara total.

Wallahu aklam.

Rujukan: al-Azkar. 1993. Imam al-Nawawi. Bayrut: Dar al-Khayr. Kamus Dewan Ed.4 (2007) Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. al-Mukjam al-Arabi al-Muyassar. 1991. t.tp: Percetakan Larus.

Sumber : http://ibnrajab.wordpress.com/

DOWNLOAD PANDUAN LENGKAP HAJI DAN UMRAH

PANDUAN LENGKAP HAJI DAN UMRAH

Definisi Haji:

Hukum dan Dalilnya: Ibadat Haji difardhukan sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam, sama ada lelaki atau perempuan.

Dalil dari al-Quran:

Firman Allah s.w.t: Yang bermaksud: Dan Allah mewajibkan manusia mengerjakan ibadat Haji dengan mengunjungi Baitullah iaitu sesiapa yang mampu sampai kepadanya dan sesiapa yang kufur (ingkarkan kewajipan ibadat Haji itu), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak berhajatkan sesuatu pun) dari sekalian makhluk.
Allah s.w.t telah memfardhukan ibadat Haji pada tahun kesembilan hijrah dan Nabi Muhammad s.a.w tidak pernah mengerjakan ibadat Haji kecuali Haji Wida’.

Dalil dari hadis:

Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: “Islam dibina atas lima rukun.” Baginda s.a.w. menyebut di antaranya ialah ibadat Haji. Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: “Tidak ada ganjaran bagi Ibadat Haji yang mabrur kecuali Syurga.” Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: “Sesiapa yang mengerjakan ibadat Haji dan tidak sekali-kali menyetubuhi isterinya juga tidak melakukan maksiat nescaya dia kembali suci bersih sebagaimana hari dia dilahirkan.” Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: “Wahai umatku semua, sesungguhnya Allah s.w.t. memfardhukan ibadat haji kepada kamu, oleh itu kamu hendaklah mengerjakan ibadat haji.” Lalu seorang lelaki bertanya Baginda s.a.w.: “Adakah wajib dikerjakan pada setiap tahun, wahai Rasullullah?” Rasulullah s.a.w. hanya diam sehinggalah lelaki tersebut bertanya kali ketiga lantas Baginda s.a.w. menjawab: “Jika aku katakan ya, nescaya kamu wajib mengerjakan pada setiap tahun, oleh itu kerjakanlah ibadat haji ketika kamu berkemampuan.”

Semua imam-imam bersependapat bahawa ibadat Haji adalah fardhu, malah ia adalah rukun Islam kelima dan ia juga fardhu yang perlu dikerjakan secepat mungkin.

Fardu:

Pekerjaan Haji yang mesti dikerjakan dan ia adalah penentu bagi ibadat Haji sama ada sah atau tidak serta tidak wajib membayar Dam apabila meninggalkannya. Fardhu juga dikira sebagai rukun dan syarat. Semua Mazhab bersependapat tentang perkara fardhu dan wajib dalam Haji. Pekerjaan Haji yang mesti dikerjakan malah batal Haji jika meninggalkannya. Fardhu juga dikira sebagai rukun Haji.

Perkara-perkara fardu di dalam Haji terdiri dari empat perkara iaitu:
1- Berihram.
2- Wuquf di Arafah.
3- Tawaf Ifadhah.
4- Bersaie di antara Safa dan Marwah.

Semua Mazhab bersependapat tentang perkara fardhu dan wajib dalam Haji.

Perkara-perkara wajib didalam Haji:

Wajib: Pekerjaan Haji yang mesti dikerjakan serta wajib membayar Dam jika meninggalnya.

Perkara-perkara wajib di dalam Haji terdiri dari empat perkara iaitu:

1- Berihram dari Miqat.
2- Wuquf di Arafah.
3- Bermalam di Muzdalifah.
4- Bermalam di Mina.
5- Bercukur atau bergunting rambut dan bercukur adalah afdhal.
6- Melontar setiap Jamrah.
7- Tawaf Wida’

Semua Mazhab bersependapat tentang perkara fardhu dan wajib dalam Haji.

Perkara-perkara sunat didalam Haji:

Perkara yang digalak mengerjakannya. Orang yang mengerjakannya akan diganjarkan dengan pahala dan orang yang meninggalkannya tidak akan dibalas seksa. Sunat, mandub, mustahab dan tatawwu’ ialah: Beberapa perkataan yang mempunyai pengertian sama.

Perkara-perkara sunat di dalam Haji iaitu:
1- Mandi sunat Ihram.
2- Bertalbiah.
3- Melakukan Tawaf Qudum bagi bagi orang yang mengerjakan Haji Ifrad dan Haji Qiran.
4- Bermalam di Mina pada malam Arafah.
5- Berlari-lari anak dan sopan-santun ketika melakukan Tawaf Qudum.

Maklumat selanjutnya: sila baca….. atau download Panduan Lengkap Haji dan Umrah